Musim Mas
Language

Oleh Carolyn Lim

Pidato oleh Senior Manager Corporate Communications, Carolyn Lim, di Wee Cho Yaw Business Forum 2023 NUS Global Asia Institute.

Di tengah kabut tebal yang melanda Asia Tenggara pada tahun 2015, saya menerima telepon tak dikenal melalui telepon rumah saya oleh seseorang yang berkata, “mengapa Anda bekerja di perusahaan minyak sawit yang jahat?”

Stigma terhadap industri kelapa sawit cukup buruk, sehingga dipandang sebagai “industri dosa” berdampingan dengan industri perjudian dan tembakau.

Namun, orang yang bekerja di industri jahat seringkali berada dalam posisi untuk melakukan hal-hal yang berharga. Beralih dari rokok ke produk yang kurang berisiko adalah net gain bagi kesehatan. Perubahan dari menebang pohon menjadi mengembangkan strategi nol deforestasi adalah net gain untuk aksi iklim.

Hari ini, saya ingin mengklarifikasi 3 miskonsepsi mengenai kelapa sawit.

#1: Kita memerlukan tanaman produktif untuk ketahanan pangan global

Kelapa sawit adalah tanaman produktif yang unik. Pada basis per hektar, kelapa sawit menghasilkan minyak 6-10 kali lebih efisien daripada oilseeds seperti rapeseed dan bunga matahari.

Jika oilsheeds menggantikan kelapa sawit, maka dibutuhkan setidaknya 50 juta hektar lahan pertanian utama tambahan, untuk menghasilkan jumlah minyak yang sama.

Memastikan semua orang mendapatkan akses pangan yang terjangkau secara berkelanjutan adalah salah satu tantangan paling signifikan yang dihadapi umat manusia saat ini.

Pertanyaannya adalah, bukan untuk melarang kelapa sawit, tetapi untuk bertanya pada diri kita sendiri: Bagaimana cara menanam kelapa sawit secara berkelanjutan?

#2: Kami berkomitmen untuk mencapai nol deforestasi dalam operasi kami, bahkan lebih dari itu

Selama bertahun-tahun, kami telah bekerja sama dengan pemasok, rekanan, kelompok masyarakat sipil, dan pemerintah daerah untuk mengurangi deforestasi dan memperketat standar.

Indonesia memasok sekitar setengah dari minyak sawit dunia. Saat ini, 80% dari kapasitas penyulingan negara dijalankan oleh perusahaan yang berkomitmen “Tanpa deforestasi, tanpa gambut, dan tanpa eksploitasi”, atau singkatnya NDPE.

Meskipun luas hutan Indonesia menyusut, lajunya telah melambat tajam dalam beberapa tahun terakhir dibandingkan dengan negara tropis lainnya. Tahun 2021 merupakan tahun kelima secara berturut-turut angka tersebut turun, dan turun seperempat dibandingkan dengan tahun 2020, menurut LSM World Resources Institute (WRI).

Secara mengejutkan, untuk pertama kalinya, kenaikan harga minyak sawit sejak tahun 2020 tampaknya tidak menyebabkan lebih banyak deforestasi terjadi di Indonesia.

#3: Kami bukan tanaman “bisnis besar”.

Kesalahpahaman lainnya adalah bahwa kelapa sawit merupakan tanaman “bisnis besar”. Ada sekitar 4 juta petani, dimana hampir semuanya bertani di lahan yang kecil.

Di Indonesia, negara penghasil kelapa sawit terbesar, petani sawit menyumbang 40% dari total area yang ditanami kelapa sawit.

Kami memiliki program petani swadaya terbesar di Indonesia, yang dikerjakan di luar area operasi kami untuk melatih para petani sawit.

Hasil yang kami dapatkan sekarang merupakan hasil kerja keras kami di masa lalu. Kami hanya beranggotakan 10 orang ketika saya pertama kali bergabung dengan perusahaan pada tahun 2012. Selama sepuluh tahun terakhir, kami berkembang 10 kali lipat, menjadi sekitar 120 pekerja  penuh waktu di tim Keberlanjutan Musim Mas.

Kepada semua pengkritik kelapa sawit, jika Anda ingin mengubah dunia, bergabunglah dengan perusahaan minyak sawit jahat terlebih dahulu.