Oleh Matthias Diemer
Matthias Diemer adalah konsultan keberlanjutan di perusahaan konsultan Diemer Sustainability Consulting yang berbasis di Swiss dan penasihat strategis senior untuk Musim Mas. Matthias adalah mantan anggota dewan di WWF Austria.
Menjelang akhir tahun 2020, upaya untuk menahan deforestasi dan ekspansi di lahan gambut serta menghapus eksploitasi dari rantai suplai sedang dalam pengawasan. Timbul berbagai pertanyaan terkait pendekatan yang paling efektif untuk mendapatkan produk minyak sawit yang patuh dengan prinsip NDPE (No Deforestation, No Peat, and No Exploitation).
Target utama upaya NDPE yang sedang berlangsung adalah berfokus pada pabrik pengolahan, mengingat pabrik pengolahan memproses Tandan Buah Segar (TBS) yang berasal dari berbagai sumber. Asumsinya adalah bahwa dengan memastikan minyak sawit dapat sepenuhnya ditelusuri dari mulai pabrik hingga ke asal sumber TBS, sebagian besar bahkan semua risiko NDPE dapat diidentifikasi dan dimitigasi. Meskipun ini adalah asumsi yang masuk akal, ini adalah cerminan statis dari situasi di lapangan: Agen yang menangani tanaman petani swadaya dapat berpindah antarpabrik, tergantung pada harga TBS atau kriteria lainnya. Tanaman baru mungkin tersedia di area ekspansi. Akhirnya, pabrik penglolahan baru di area sumber bahan baku yang ada saat ini dapat bersaing untuk mendapatkan hasil panen yang semakin langka. Jika terus mengikuti perkembangan ini, dibutuhkan sumber daya yang banyak.
Perspektif lanskap diperlukan untuk menyikapi dinamika ini. Strategi untuk Aceh yang baru-baru ini dirilis merupakan upaya untuk mengintegrasikan berbagai elemen lanskap. Seperti halnya pada strategi NDPE lainnya, strategi ini berfokus pada pemasok pihak ketiga yang ada saat ini untuk penjangkauan, keterlacakan, dan uji tuntas komitmen NDPE.
Meskipun demikian, strategi ini tidak berhenti sampai di sini. Strategi ini juga mencakup target-target yang melampaui wilayah pemasok langsung, seperti pengembangan Smallholder Hubs di Aceh Tamiang dan selanjutnya di Aceh Singkil, di mana terdapat upaya untuk bekerja sama dengan penyuluh untuk mencakup seluruh kabupaten dan bukan hanya gudang pasokan yang ada.
Selain itu, Musim Mas akan berinvestasi dalam beberapa inisiatif untuk memantau dan mengantisipasi pengembangan kelapa sawit di sekitar Ekosistem Leuser yang saat ini terancam. Misalnya, Musim Mas adalah bagian dari koalisi sepuluh produsen dan pembeli minyak sawit utama untuk mendukung dan mendanai pengembangan sistem pemantauan hutan berbasis radar baru yang dapat diakses publik yang dikenal sebagai Radar Alerts for Detecting Deforestation (RADD). Grup juga akan berkolaborasi dengan pihak lain dalam penilaian HCV/HCS (High Conservation Value and High Carbon Stock) terpadu di Aceh Timur dan proyek percontohan untuk menganalisis tren pengembangan kelapa sawit di Rawa Singkil. Inisiatif ini akan berkontribusi pada upaya berkelanjutan untuk mempercepat legalisasi petani kecil dan pemegang hak adat, menyediakan mata pencaharian alternatif, dan memajukan perencanaan pembangunan hijau di provinsi tersebut. Tujuan akhirnya adalah untuk mencapai kabupaten atau lanskap yang mematuhi prinsip NDPE.
Agar efektif, kolaborasi erat dengan pengolah lain, pelaku di sektor hilir di pasar konsumen, masyarakat sipil, dan pemerintah daerah sangat penting. Pelajaran utamanya adalah bahwa inisiatif lanskap harus berbentuk upaya kolektif; jika tidak, inisiatif ini hanya akan menghasilkan dampak yang terfragmentasi dan tidak berlangsung lama. Strategi Musim Mas untuk Aceh akan membangun kemitraan yang telah ada dengan para pemangku kepentingan dan memperluas kemitraan dari waktu ke waktu.
Yang membuat strategi Aceh baru ini unik adalah adanya perspektif lanskap dalam strategi NDPE daerah yang komprehensif. Saya berharap strategi ini akan menjadi cetak biru untuk area sumber prioritas lainnya di Musim Mas dan menjadi benchmark bagi para kompetitor kami.
Unduh Strategi Musim Mas untuk Aceh di sini.