Musim Mas
Language
Search Menu

Oleh Tiffany Goh

Saat matahari terbit di atas desa Rantauprapat, Sumatera Utara, Indonesia, Sukiran meninggalkan rumahnya dengan parang terikat di ikat pinggangnya, siap memulai hari yang sibuk untuk menghidupi keluarganya. Seperti kebanyakan warga desa, Sukiran membudidayakan kelapa sawit untuk mencari nafkah. Pertanian adalah sumber pendapatan utama bagi penduduk desa Rantauprapat, dan kelapa sawit adalah tanaman pilihan yang dominan. Namun bukan berarti tidak pernah ada masalah.

Kehidupan Sukiran tidak pernah mudah. Sebelum menjadi petani, ia sering berpindah-pindah pekerjaan sambilan, berusaha mencari penghasilan tetap untuk menghidupi keluarganya. “Saya bekerja dua kali lebih keras karena saya tidak memiliki pendidikan formal, dan sulit untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lumayan,” katanya.

Hidupnya berubah setelah kelahiran putri pertamanya, “Saya menyadari bahwa saya perlu menemukan cara untuk menghasilkan lebih banyak uang untuk memastikan putri saya tidak perlu menjalani kehidupan yang sulit.” Beliau bertekad untuk berbuat lebih baik, dan kemudian mulai menanam kelapa sawit.

Selama 19 tahun, Sukiran kesulitan menanam kelapa sawit karena ia tidak memiliki pengetahuan agronomi yang relevan. Beliau bekerja tanpa lelah di kebunnya, berharap bisa menghasilkan cukup uang untuk keluarganya. Beliau mulai kehilangan harapan. Hingga tahun 2015, ia diperkenalkan dengan Program Pengembangan Kelapa Sawit Indonesia untuk Petani Kecil yang dikembangkan oleh Musim Mas dan International Finance Corporation (IFC), anggota dari Grup Bank Dunia.

Sukiran, petani kecil swadaya, dengan parang di kebunnya

“Awalnya saya meragukan program itu. Kemudian saya berpikir, sebuah perusahaan besar yang sudah mapan datang jauh-jauh ke sini untuk berbagi rahasia mereka dengan kami, kenapa tidak? Karena penasaran, saya ikut kelas itu,” tambahnya.

Melalui program ini, Sukiran mendapatkan pelatihan agronomi, hukum, dan bisnis untuk meningkatkan produktivitasnya, sehingga meningkatkan pendapatan dan taraf hidupnya. Salah satu dari banyak hal yang ia pelajari dari pelatihan tersebut adalah aplikasi pemupukan yang tepat dan cara mengidentifikasi kekurangan unsur hara pada kelapa sawitnya.

“Dulu saya pakai pupuk apa saja yang ada di pasaran dengan harga terjangkau tanpa tahu persis kebutuhan sawit saya. Sekarang, saya menanam kelapa sawit dengan teknik yang lebih baik dan pupuk berkualitas yang saya terima dari program tersebut. Saya bersyukur.”

Selain praktik pertanian yang baik, Musim Mas juga menyediakan analisis sampel daun dan tanah gratis bagi petani. Sukiran tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa pengambilan sampel daun dan tanah dapat meningkatkan produktivitas kelapa sawit dan mengurangi dampak lingkungan.

Asisten lapangan dari IFC dan Musim Mas membantu Sukiran mengambil sampel daun untuk dianalisis selama kunjungan lapangan rutin mereka

Ambisi dan keinginannya untuk belajar telah membawanya pada peningkatan produktivitas, pendapatan, dan mata pencaharian. “Saya tidak akan pernah sampai ke titik ini jika saya tidak mengikuti program ini.”

Sukiran dengan bangga mengatakan bahwa sejak bergabung dengan program petani kecil kami dan belajar tentang praktik pertanian yang baik, panennya meningkat secara signifikan dari 1,4 ton menjadi 1,7 ton per hektar per tahun.

Sukiran adalah salah satu dari 32.000 petani kecil yang hidupnya telah meningkat setelah mendaftar di program kami. Sebagai satu-satunya pencari nafkah bagi keluarganya, ia kini bisa menyekolahkan cucunya untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik di Yogyakarta, kota pendidikan Indonesia, dan meningkatkan kualitas hidup keluarganya. Selengkapnya tentang kisahnya di sini.