Oleh Carolyn Lim
Berbicara tentang konsumsi air di daerah tropis mungkin terkesan sepele. Curah hujan berlimpah, dengan Singapura dan Indonesia mengalami curah hujan tahunan masing-masing lebih dari 2165mm[1] dan 3700mm[2]. Meskipun konservasi air mungkin tidak tampak seperti masalah yang mendesak, penting untuk menyadari bahwa curah hujan yang lebih tinggi tidak berarti pasokan air yang melimpah.
Saat hujan turun, sebagian diserap ke dalam tanah. Ini mengisi kembali air tanah Bumi dan masuk ke pasokan air untuk konsumsi manusia. Namun, di daerah pedesaan, sekitar 50% masuk kembali ke tanah dan di daerah perkotaan, proporsi itu bahkan lebih rendah, sekitar 15% [3]. Sebagian besar air mengalir sebagai limpasan[4], yang memasok kembali aliran sungai, sungai, dan danau, namun konsumsi manusia mengurangi pasokan air. Hal ini diperparah dengan perubahan iklim dan kejadian cuaca ekstrem yang berdampak pada jumlah dan distribusi curah hujan, sehingga memperburuk genangan dan kelangkaan air[5].
Respons Industri terhadap Konsumsi Air
Menurut penelitian Carbon Disclosure Project (CDP), dua pertiga dari perusahaan terbesar di dunia melaporkan bahwa risiko terkait air dapat menghasilkan perubahan substantif dalam operasi dan pendapatan mereka. Karena rantai pasokan kelapa sawit juga bergantung pada air, pengelolaan air[6] harus menjadi salah satu prioritas utama industri ini. Mengukur jejak air perusahaan semakin menjadi sama pentingnya dengan jejak karbon.
Jejak air adalah ukuran jumlah air yang dikonsumsi dan tercemar di semua tahap pemrosesan produksi. Ini juga mempertimbangkan volume air tawar yang diperlukan untuk mencairkan beban polutan untuk memenuhi standar kualitas air. Memahami jejak air memungkinkan perusahaan untuk mengetahui di mana dan kapan air digunakan dalam rantai pasokan mereka dan memberikan tolok ukur untuk mengurangi penggunaan air.
Apa yang Musim Mas Lakukan untuk Mengurangi Jejak Airnya?
Di Musim Mas, kami telah mengadopsi metodologi penilaian Jaringan Jejak Air untuk menilai konsumsi air kami sejak 2016, saat kami memulai proses penentuan konsumsi air kami secara keseluruhan, relatif terhadap tingkat curah hujan. Kami telah menerapkan beberapa langkah untuk meminimalkan jejak air kami, seperti mengoptimalkan proses industri, lebih meningkatkan pengelolaan air di gambut, memulihkan zona riparian, serta kampanye hemat air untuk pekerja kami.
Kami menetapkan target untuk mengurangi intensitas penggunaan air pabrik di bawah 1,2m3/mt TBS pada tahun 2021. Pada akhir tahun 2020 kami telah berhasil mencapai intensitas penggunaan air pabrik sebesar 1,17m3/mt TBS. Pencapaian ini melebihi target yang kami tetapkan. Kami sekarang akan terus mempertahankan intensitas penggunaan air di bawah 1,2 m3/MT TBS di tahun-tahun mendatang.
Menggunakan air secara efisien dalam operasi kami mengurangi dampak kami terhadap lingkungan dan membantu menjaga aliran sungai dan aliran sungai yang alami. Ini sangat penting karena perubahan iklim dapat menyebabkan musim kering yang lebih lama dan lebih ekstrem. Kami juga memprioritaskan penggunaan pupuk dengan jejak air yang lebih sedikit untuk mengurangi konsumsi air kami.
Pelestarian Lahan Gambut dan Penyediaan Air Bersih untuk Masyarakat Sekitar
Musim Mas mengatur ketinggian air dan menjaga tabel air di area gambut budidaya kami. Hal ini sesuai dengan peraturan setempat dan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca kami. Per Desember 2020, 4.253 hektar kawasan gambut disisihkan sebagai kawasan konservasi, mendukung pengaturan air alami di kawasan tersebut. 35.526 hektar ditanam dan dikelola berdasarkan Praktik Manajemen Terbaik. Lahan gambut memainkan peran penting dalam mengatur siklus air dengan menyediakan penyimpanan dan pasokan air.
Meskipun air bersih dapat diakses oleh pekerja yang tinggal di perkebunan kami, kami menyadari bahwa lebih banyak yang dapat dilakukan untuk mendukung desa-desa tetangga. Karena pemerintah telah menyediakan air minum, kami telah membangun sumur di masyarakat yang tinggal di sekitar operasi kami untuk memasok air untuk keperluan lain. Baca lebih lanjut tentang kontribusi kami untuk menghemat air minum dan layanan sanitasi di Laporan Dampak Sosial kami.
Sementara konsumsi air bukan satu-satunya faktor yang berkontribusi terhadap kelangkaan air, pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan akan sangat penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan mendukung sektor pertanian yang berkembang, terutama karena petani swadaya diproyeksikan untuk mengelola 60% lahan kelapa sawit pada tahun 2030. Oleh karena itu, penting bagi negara dan bisnis untuk berinovasi dan menggunakan sumber daya air yang tersedia secara efisien dan adil.
1 | http://www.weather.gov.sg/climate-climate-of-singapore/ |
2 | https://www.nationsencyclopedia.com/Asia-and-Oceania/Indonesia-CLIMATE.html |
3 | https://www.btlliners.com/help-drought-regions/ |
4 | https://www.usgs.gov/special-topic/water-science-school/science/runoff-surface-and-overland-water-runoff?qt-science_center_objects=0#qt-science_center_objects |
5 | As emphasized in the UNDPs 2006 Human Development Report, water consumption is not the only factor causing water scarcity. |
6 | Water stewardship is a set of practices to be used by utilities, businesses, communities, and others to promote and enable the sustainable and equitable management of freshwater resources (waterfootprint.org). |