By Tan Wei Rui
Dua bulan di industri ini, saya merasa beruntung diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam perjalanan pembelajaran yang diselenggarakan oleh Conservation International (CI) di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Dalam perjalanan tersebut juga terdapat organisasi dari masyarakat sipil dan pembeli lainnya. Selama perjalanan, kami diperkenalkan dengan program kehutanan sosial CI untuk petani sawit dan mengunjungi Perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh sesama perusahaan induk. Kami mendapat hak istimewa dengan disambut baik oleh pemerintah kabupaten setempat.
Perhutanan Sosial di pusat Kemitraan Bentang Alam Berkelanjutan CI
Kehutanan sosial mengacu pada pengelolaan dan perlindungan hutan dan penghijauan tanah yang gundul, dengan tujuan membantu pembangunan lingkungan, sosial dan pedesaan.
CI berpartisipasi dalam Kemitraan Bentang Alam Berkelanjutan – platform multi-pemangku kepentingan yang terdiri dari Kementerian Kehutanan, pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat lokal – untuk menerapkan model bisnis berkelanjutan yang mendorong pembangunan hijau. Petani sawit yang berpartisipasi dalam program ini akan dididik dan dilatih perihal teknik pertanian berkelanjutan, seperti metode pengendalian hama biologis, tumpang sari dan aplikasi pupuk yang optimal.
(Atas) Petani Sawit Mandiri yang dididik mengenai Agronomi kelapa sawit oleh pelatih dari pemerintah daerah dan CI.
Setelah penanaman mereka membuahkan hasil, CI akan mengelompokkan mereka ke dalam asosiasi untuk memfasilitasi proses permohonan izin tanah. Ini tidak hanya membantu melindungi ekosistem alami, tetapi juga memungkinkan para petani memperoleh harga lebih tinggi untuk produk mereka.
Ketika saya menyaksikan pelatihan petani sawit selama kunjungan lapangan, saya teringat akan program Pengembangan KelapaSawit Indonesia untuk Petani Sawit di Indonesia (IPODS), sebuah kolaborasi dengan International Finance Corporation (IFC) untuk membangun standar pertanian dari Petani mandiri dengan menyediakan pelatihan dan pendidikan, serta dukungan keuangan.
(Atas) Pelatih mengajarkan Petani Sawit cara mengaplikasikan pupuk yang benar ke pohon kelapa sawit.
Manajemen Perkebunan Berkelanjutan
Selama kami tinggal di Perkebunan, kami diberi pengarahan mengenai praktek pertanian berkelanjutan perusahaan, serta ditunjukkan keadaan sekitar Perkebunan dan pabrik untuk mengamati bagaimana prinsip-prinsip tersebut telah diintegrasikan ke dalam operasional mereka. Terdapat sekolah dan klinik di dalam Perkebunan untuk memberikan pendidikan dan layanan kesehatan dasar kepada para pekerja dan keluarga mereka.
Sebagai bagian dari upaya perlindungan lingkungan mereka, perusahaan secara rutin memantau ketinggian air tanah di Lahan Gambut yang ditanam untuk memastikan ketinggian permukaan air tanah[1]. Mereka juga berusaha mengurangi limbah yang dihasilkan dari pabrik dengan membuat kompos dari limbah pabrik kelapa sawit (POME) dan tandan buah kosong (TBK), kemudian menerapkannya kembali ke Perkebunan sebagai pupuk.
(Atas) Anak-anak pekerja dapat bersekolah di sekolah yang dibangun di dalam Perkebunan.
(Atas) Alat untuk memonitor ketinggian air Gambut.
(Kanan) Kompos POME dan TBK yang diaplikasikan di antara pohon-pohon di Perkebunan.
Saya membayangkan dengan memberikan layanan dan praktek yang sama seperti dikelola di Perkebunan kami sendiri, dan menyadari bahwa tidak masalah apakah kami (sebagai perusahaan) adalah pesaing, klien atau mitra. Pada akhirnya, kita semua belajar dari satu sama lain dan maju bersama sebagai sebuah industri. Dengan Prinsip dan Kriteria baru yang diaktualisasikan di RSPO RT16 baru-baru ini, saya percaya kita bisa berharap untuk mencapai perkembangan industri yang positif atau terobosan baru pada batas keberlanjutan di tahun mendatang.
1 | Tabel air yang optimal membantu memperlambat dekomposisi gambut, yang mengurangi emisi CO2 dan meminimalkan pengeringan gambut, sembai memastikan pertumbuhan kelapa sawit yang baik dan hasil produktivitas. |